Ancaman Partai Kleptokrat Sejati

               Ancaman Partai Kleptokrat Sejati
Kamis, 22/09/2011 10:02 WIB | Arsip | Cetak 

Barangkali yang masih mempunyai mimpi akan datangnya kehidupan yang lebih baik, melalui perjuangan partai politik, sudah harus dipupus dan dibuang jauh-jauh. Justru adanya partai politik menjadi ancaman masa depan Indonesia. Semakin carut-marut. Korupsi semakin meluas dan mengarah kepada berkbembangnya ideologi "kleptokrat" (maling) di seluruh lapisan kehidupan.
Sejatinya ideologi negara Indonesia itu, bukan Pancasila, tetapi "Kleptokratisne" alias "Malingisme", yang sekarang sudah menjadi aqidah semua kelompok dan golongan. Ekskutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga-lembaga penegak hukum, lumpuh, dan berhasil dilumpuhkan golongan "Klekptokrat", yang sekarang ini sudah menjadi kekuatan politik baru di Indonesia. Bukan hanya itu kalangan agamawan, juga tersusupi "Kleptokratisme".
Kasus Nazaruddin seperti membuka kotak pandora, menggambarkan betapa joroknya, yang namanya partai politik itu. Melakukan pat-gulipat melalui proyek-proyek, yang semuanya tujuannya menggorogoti anggaran (APBN) negara, yang digunakan kegiatan politik mereka, demi mendapatkan kekuasan.
Nyanyian Nazaruddin begitu nyaring, dan sangat terang benderang, dan termasuk pengakuan Yulianis dan lainnya, yang mengaku memberikan uang Rp 30 milar bagi biaya Kongres Demokrat. Bahkan sebelumnya, Nazaruddin pernah menyatakan lebih besar lagi, dana yang diberikan untuk Kongres Demokrat, dan terkait dengan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, dan tokoh-tokoh Demokrat lainnya.
Belum usai kasusnya Nazarudin, sudah muncul di Departemen Transmigrasi, yang dikaitkan dengan uang yang ada dalam sebuah kardus. Kemudian, menyebut-nyebut nama Ketua PKB Muhaimin Iskandar, yang juga menjadi Menteri Transmigrasi. Uang yang nilai miliaran rupiah. Sekarang menjadi bahan penyidikan di lembaga penegak hukum.
Di tengah-tengah ramainya kasus di Departemen Transmigrasi yang belum selesai, muncul lagi, kasus di Badan Anggaran DPR. KPK telah memeriksa Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Mekeng (Golkar), dan wakil Banggar Tamsil Linrung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mirwan Amir (Demokrat), dan Olly Dondokambey (PDI-P).
Mereka menolak tentang adanya aliran dana dari para pejabat, yang melakukan korupsi, seperti kasus di Depnakertrans. Apalagi, belakang ini semakin buruk, citra Banggar (Badan Anggaran) sudah dilekatkan sebagai "calo anggaran", yang bertujuan memperbesar pundi-pundi partai, dan kantong pribadi.
Bagaimana partai politik bisa menciptakan sistem check and balance, kalau mereka ikut terlibat dalam "pat gulipat" dana anggaran dan proyek departemen. Semuanya itu, tidak dapat memberikan optimisme bagi masa depan Indonesia dengan adanya partai-partai politik. Kewenangan DPR, yang mempunyai hak budget dalam Undang-Undang, menjadi payung hukum, mereka bisa berbuat apa saja, terutama terkait dengan anggaran.
Belum usai kasus-kasus korupsi yang ada, nampaknya juga akan meledak lagi kasus Bank Century. Cerita yang tidak pernah habis. Skandal demi skandal yang dilakukan oleh partai politik yang ada. Sebuah pesimisme yang menyelimuti kehidupan rakyat Indonesia, khususnya menghadapi rezim "Kleptokrat", yang mengncam masa depan bangsa dan negara. (mh/berbagai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JENIS SPEDA

Abdurrahman bin Muljam Muslim Taat Yang Sesat Membunuh Ali bin Abi Thalib

Perbedaan Ahlus Sunnah Waljamaah dengan Syi'ah