Listrik Dipastikan Naik, Mengurus Rakyat Dianggap Beban
Listrik Dipastikan Naik,
Mengurus Rakyat Dianggap Beban
Keputusan mengurangi subsidi listrik dan
juga rencana yang sama akan dilakukan pada BBM berasal dari pemikiran
kapitalisme neoliberal; dimana mengurus rakyat dianggap sebagai beban. Sehingga subsidi
terhadap kebutuhan rakyat adalah sesuatu yang selayaknya dipangkas, bahkan
dihilangkan. Agar tampak bertanggung jawab para penguasa mencari-cari alasan
pembenaran, seperti ‘selama ini subsidi salah sasaran’ atau ‘agar dialihkan
untuk yang lebih berhak’, dsb.
Alibi yang dikemukakan pemerintah nyatanya
tidak sejalan dengan realita. Ketika subsidi sebagai tanggung jawab negara
dalam mengurus rakyat dianggap sebagai beban, Pemerintah tidak pernah menganggap
berbagai pengeluaran untuk belanja pegawai sebagai beban. Sebagai contoh,
anggaran kunjungan kerja DPR RI 2013 dianggarkan naik menjadi Rp 248, 12 miliar
atau naik 77 persen dari tahun 2012 yang berjumlah Rp 139,94 miliar.
Pemerintah juga mengeluarkan dana Rp 21 triliun untuk perjalanan dinas
pemerintah pusat. Padahal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas
perjalanan dinas senilai Rp 18 triliun pada 2011 menunjukkan adanya pemborosan
sebesar 40 persen atau Rp 7,2 triliun. Setahun sebelumnya, BPK menemukan
sejumlah penyimpangan perjalanan dinas.
Belakangan DPR baru saja menyetujui
pembelian tenda VIP bagi presiden sebesar Rp 15 miliar. Tenda itu rencananya
akan digunakan presiden manakala mengunjungi daerah yang terkena bencana alam.
Sebelumnya untuk peringatan kemerdekaan negeri ini pihak istana menghabiskan
anggaran 7,8 miliar rupiah.
Padahal nilai anggaran di atas itu jauh
melampaui alokasi program-program peningkatan kesejahteraan rakyat. Misalnya
adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat senilai Rp 7,3 triliun, bantuan siswa
miskin senilai Rp 10 triliun, dan subsidi benih senilai Rp 0,1 triliun.
Pemerintah pastinya merasa benar karena
mereka memang menjalankan skenario politik demokrasi dan sistem perekonomian
neoliberal. Rakyat dipaksa harus hidup mandiri dengan bantuan ala kadarnya.
Karena mereka tidak punya hak diurus sepenuhnya oleh penguasa.
Kenyataan ini adalah bukti ke sekian
kalinya bahwa sistem kapitalisme yang diadopsi dan diterapkan di negeri ini
akan terus menimpakan beban dan penderitaan bagi rakyat. Seballiknya
sistem kapitalisme itu juga akan terus mengalirkan kekayaan dan kesejahteraan
kepada segelintir kecil orang dan juga kepada asing. Kenyataan ini juga
menunjukkan ke sekian kalinya bahwa politisi dan penguasa hasil dari sistem
kapitalisme itu akan selalu jauh dari spirit mengurus rakyat dan merasa bahwa mengurus rakyat
adalah beban. Juga menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme
dan dengan politisis dan penguasa ala sistem kapitalisme itu, hubungan antara
rakyat dengan penguasa selalu dilihat dalam kontek hubungan transaksional,
layaknya pembeli dengan pedagang dimana rakyat dianggap dan diposisikan sebagai
pembeli dan konsumen sementara penguasa memposisikan diri sebagai pedagang.
Kenyataan ini seharusnya makin dipahami oleh
kaum muslimin bahwa tidak ada sistem pemerintahan dan perekonomian yang
mengerti dan memahami urusan manusia, selain aturan dari Allah SWT. Islam
menempatkan penguasa sebagai pengurus rakyat, dan memperlakukan rakyat dengan
terhormat, karena mereka adalah amanah dari Allah SWT. terhadap para penguasa.
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui.” (TQS. al-Anfal
[8]: 27).
Jangan menunggu lama untuk meruntuhkan
sistem yang zalim dan bejat ini. Umat telah lama menderita di dalamnya,
sedangkan para penguasanya tidak pernah merasa malu berpesta di atas air mata
pilu rakyatnya sendiri
Komentar
Posting Komentar