Skenario Barat Dibalik Kontra Terorisme
Skenario
Barat Dibalik Kontra Terorisme
Akibatnya, secara alami pertumbuhan penduduk Barat sangat minim
dengan angka kelahiran di bawah ambang batas minimum bertahannya sebuah
peradaban. Ke depan mayoritas penduduk negara-negara Barat adalah kaum jompo
dengan jumlah umur produktif yang minim. Umur produktif yang minim juga berarti
semakin minimnya pemuda yang dapat direkrut menjadi tentara dan polisi. Artinya
ke depan kekuatan personil militer dan pertahanan Barat akan semakin berkurang.
Di samping itu, Barat juga menghadapi kehancuran ekonomi dengan
krisis keuangan yang datang silih berganti. Krisis mengakibatkan semakin
bengkaknya angka pengangguran dan kemiskinan di Barat. Kondisi ini menjadi
faktor pendorong meningkatnya kriminalitas dan kejahatan. Masalah yang tidak
kalah penting lainnya adalah semakin banyaknya pengangguran dan kemiskinan
menciptakan bom waktu ketidakpuasan terhadap sistem dan pemerintahan
negara-negara Barat. Ini menjadi pemicu kerusuhan dan krisis sosial-politik.
War on terrorism (WOT) atau perang terhadap
terorisme yang secara masif dicanangkan oleh Amerika sejak serangan WTC 11
September 2001 adalah sebuah dalih untuk mengongkosi kebangkrutan ekonomi
Amerika.
Melalui WOT Presiden AS George W Bush mengalihkan keresahan
rakyat AS dari himpitan ekonomi dengan mengetuk semangat patriotisme/heroik
rakyatnya. Dengan cara ini juga Bush memberikan kesempatan kepada para korporat
pendukungnya dalam pemilu untuk meraih keuntungan finansial dari kontrak
minyak, logistik perang, industri senjata, dan proyek rekonstruksi Irak. Tragis
untuk mencapai hal ini Amerika Serikat mengobarkan perang dan membunuh jutaan
rakyat Irak dan Afghanistan.
Di samping motif ekonomi, faktor fundamental yang melahirkan WOT
adalah perang ideologi. Di tengah kebangkrutan ideologi Kapitalisme,
kebangkitan Islam semakin nampak. Semakin banyak kaum Muslim yang menghendaki
diterapkannya syariah Islam dalam semua aspek kehidupannya. Semakin intens
penentangan dan pembongkaran atas makar dan penjajahan Barat di dunia Islam.
Tidak aneh jika Presiden Bush pun saat itu mengatakan perang terhadap terorisme
adalah lanjutan dari perang salib (the crusade).
Hal ini semakin mengancam ideologi Kapitalisme dan eksistensi
penjajahan Barat sedangkan penjajahan adalah metode Barat untuk mempertahankan
ideologi dan kemakmuran negaranya. Barat menciptakan WOT yang sesungguhnya
tidak didesain untuk memerangi teroris melainkan memerangi ulama dan kelompok
yang membangkitkan kesadaran Islam di tengah umat untuk tegaknya syariah.
Sebaliknya Barat menciptakan kelompok-kelompok teroris dan merekayasa berbagai
serangan teror.
Barat menciptakan propaganda dan opini terorisme untuk
membenarkan tindakan mereka, sebagaimana dalih AS dalam invasi Irak untuk
mencegah jatuhnya senjata pemusnah massal ke tangan teroris yang hingga
sekarang tidak pernah terbukti. Presiden
Bush menempatkan negara-negara di dunia pada 2 pilihan, apakah ikut bersama AS
memerangi terorisme ataukah bersama teroris.
Meski pemimpin negara-negara Barat telah berganti, WOT tidak
pernah berhenti. Barat secara kuat dan terus-menerus memobilisasi terciptanya
opini terorisme sebagai musuh dunia, memaksa banyak negara melahirkan perangkat
hukum dan organ negara yang secara khusus menindak terorisme.
Barat akan selalu mengkaitkan dan menjadikan radikalisme sebagai
sumber terorisme dengan ciri utama:
1. Umat Islam yang berpegang teguh pada al-Qur’an,
2. Umat Islam yang berupaya mendakwahkan syariah Islam sebagai solusi
dan aturan yang harus ditegakkan,
Sehingga mempropagandakan opini bahwa umat yang melakukan dua
langkah tersebut sebagai teroris dan musuh dunia.
Sesungguhnya tanpa syariah umat Islam tidak akan menjadi umat
yang terbaik. Tanpa syariah kita tidak akan pernah dapat menuntaskan
kriminalitas, korupsi, kebodohan, kemiskinan, dan ketimpangan. Tanpa syariah
setiap waktu kita dihina, difitnah, dan dianiaya oleh Barat tanpa adanya
pembelaan dan perlindungan.
Namun Syariah adalah ancaman bagi eksistensi penjajahan Barat
atas dunia termasuk penjajahan mereka terhadap negeri kita Indonesia. Hal ini
dengan jelas diungkapkan Menteri Dalam Negeri Inggris, Charles Clarke pada 6
Oktober 2005, “Tidak
akan ada negosiasi mengenai kewajiban menerapkan hukum syariah”, seperti dikutip harian online heritage.org.
Sementara itu, dalam laporan terbaru yang berjudul Sharia a
Danger to US, Security Pros Say, sebuah panel ahli keamanan nasional Amerika
Serikat memberikan rekomendasi radikal kepada pemerintahan Obama bahwa syariah
Islam adalah ancaman bagi negara tersebut. Panel ini juga menyampaikan sangat
pentingnya keamanan AS dan peradaban Barat untuk mendukung tokoh dan kelompok
Islam moderat seperti diberitakan oleh washingtontimes.com,14/9/2010)
silam. Islam moderat adalah istilah yang digunakan Barat terhadap kelompok dan
intelektual yang anti terhadap agamanya sendiri, anti al-qur’an, dan syariah
Islam. Istilah lainnya adalah Islam liberal. [kbrNet/suara-media/www.globalmuslim.web.id]
Komentar
Posting Komentar